(QS al-Isrâ’ [17] : 1)
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa peristiwa isra’ mi’raj merupakan peristiwa fenomenal penuh teka teki didalamnya dan banyak mengandung hikmah, baik secara ruhaniyah maupun secara aqliyah. Peristiwa ini dialami baginda Rasul kita Nabi Agung Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada tanggal 27 Rajab, tahun ke-11 kenabian. Secara khusus, Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ mendokumentasik
Tahun Kesedihan Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
Pada kesempatan kali ini kami akan sedikit mengupas tentang bagaimana hikmah serta skenario Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ yang dirancang untuk Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu memang membutuhkan bantuan dan dorongan motivasi untuk melanjutkan dakwah islamiyah. Sebelum membahas lebih detail mengenai peristiwa isra’ mi’raj ada beberapa hal yang perlu kita ketahui. Kita putar jam waktu pada satu tahun sebelum kejadian ini terjadi, bahwa riwayat mengatakan pada tahun ini merupakan tahun kesedihan yang dialami Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dimulai dari wafatnya paman beliau, Abi Thalib bin Muthalib, kemudian disusul istri tercinta, Siti Khadijah, ditambah lagi perlakuan penolakan dakwah Nabi dengan dilempari dengan batu dan cemooh sehingga Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam merasa tertekan dan sedih. Maka apabila diilustrasikan sebuah siklus saat itu Rasûlullâh sedang berada pada titik terendah dalam hidupnya, merasa kehilangan dan sendiri. Namun yang perlu kita ketahui bahwa titik terendah adalah titik awal untuk menuju pada titik pasang atau naik.
Maka pada saat itu Rasûlullâh berdoa, yang dikutip dari sebuah hadits: “Ya Allâh kepadamu aku mengadukan kelemahan dari kekuatanku, kekurangan kemampuanku, kelemahan dalam mengahadapi orang-orang yang lemah, Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapakah engkau menyerahkan aku? Apakah kepada yang jauh bermasam muka kepadaku? Ataukah kepada musuh yang engkau kuasakan untuk menguasai diriku? Jika bukan karena Amarahmu atas diriku,maka tidak akan aku perdulikan.namu
Peristiwa isra’ mi’raj ini lah yang Allâh atur sebagai suatu hiburan dan motivasi batin yang sangat dbutuhkan Muhammad waktu itu. Dengan berbagai keajaiban dan hikmah didalamnya Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ mencoba menghibur Muhammad dan memberikan banyak pengetahuan serta motivasi. Inilah yang Allâh berikan kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Allâh mengujinya dengan tahun kesedihan, mencabut seluruh backing-backing
Perjalanan Maha Dahsyat
Perjalanan Maha dahsyatpun dimulai. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam ditemani malaikat Jibril berangkat melakukan perjalanan menuju Masjidil Aqsha yang dikenal dengan al-Isrâ’ yang artinya perjalanan di malam hari. Selama perjalanan, banyak sekali hikmah dan keajaiban yang dilalui Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dilewatkan pada Thur Sina’, sebuah lembah di Syam, tempat dimana Nabi Musa berbicara dengan Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ, beliau pun shalat di tempat itu. Kemudian melihat Ifrit dari bangsa Jin yang mengejar beliau dengan semburan api, namun Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun dapat melaluinya. Perjalanan dilanjutkan kembali, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam dikejutkan dengan bau wangi yang semerbak, itulah semerbak wangi yang terpancar dari kuburan Masyithah yang teguh mempertahankan aqidahnya melawan raja fir’aun. Ketika beliau melanjutkan perjalanan, tiba-tiba seseorang memanggil beliau dari arah kanan: “Wahai Muhammad, aku meminta kepadamu agar kamu melihat aku”, tapi Rasûlullâh tidak memperdulikanny
Kemudian Jibril menjelaskan bahwa itu adalah panggilan Yahudi, seandainya beliau menjawab panggilan itu maka umat beliau akan menjadi Yahudi. Begitu pula beliau mendapat seruan serupa dari sebelah kirinya, yang tidak lain adalah panggilan Nashrani, namun Nabi tidak menjawabnya. Selanjutnya, muncul di hadapan beliau seorang wanita dengan segala perhiasan di tangannya dan seluruh tubuhnya, dia berkata: “Wahai Muhammad lihatlah kepadaku”, tapi Rasûlullâh tidak menoleh kepadanya, Jibril berkata: “Wahai Nabi itu adalah dunia, seandainya anda menjawab panggilannya maka umatmu akan lebih memilih dunia daripada akhirat”. Demikianlah perjalanan ditempuh oleh beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam, begitu banyak keajaiban dan hikmah yang beliau temui dalam perjalanan itu sampai akhirnya beliau berhenti di Baitul Maqdis (Masjid al-Aqsha).
Perjalanan isra’ pun berujung pada Masjidil Aqsha, perjalanan ini untuk kemudian Allâh dokumentasikan pada surah al-Isrâ’ [17]: 1. Setelah perjalanan isra’ ini, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun bersiap-siap melanjutkan perjalanan yang tak kalah menakjubkan dari perjalanan sebelumnya, yakni perjalanan untuk menghadap AllâhSubhânahu wa Ta’âlâ di Sidratul Muntaha. Perjalanan jauh menembus langit dan hanya dilakukan dalam waktu kurang dari semalam. Belum ada teori yang dapat membuktikan kebenaran ini, begitu juga dengan buraq sebagai kendaraan yang membawa Rasûlullâh. Ada beberapa hal menarik yang akan kami utarakan disini, pertama ialah jarak perjalanan dalam isra’ wa mi’raj yang melampui hitung-hitungan
Contohnya bila kita mengendarai mobil F1 pasti tubuh kita akan merasakan tekanan hebat bahkan bisa menghancurkan saraf-saraf bila tidak kuat menerimanya. Itu baru kecepatan mobil yang belum ias dibandingkan dengan kecepatan cahaya, bila kecepatan semacam itu saja bisa berdampak buruk bagi tubuh apalagi sesuatu yang bergerak melebihi kecepatan cahaya. Teori kedua pun terbantahkan yang menarik perhatian ialah teori yang ketiga ini, jika kita tidak bisa pergi ke tempat tujuan dalam waktu singkat tentunya kita bisa sampai ke tempat tersebut lewat jalan pintas. Jalan pintas inilah yang bernama worm hole atau lubang cacing.
Dalam teori relativitasnya,
Masih dalam pembahasan perjalanan Rasûlullâh menuju Sidratul Muntaha, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengemban perintah untuk melaksanakan shalat fardhu sebanyak 5 kali sehari. Disnilah puncak dari seluruh perjalanan Rasul, dimana jawaban sekaligus hiburan yang Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ berikan ialah berupa ketaatan menunaikan ibadah shalat 5 kali sehari. Hal ini sebagai media komunikasi Rasul dan pengikutnya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ. Inilah jawaban Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ atas kesediahan yang dialami Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dengan begitu, kapan pun juga dapat mendekatkan diri kepada Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ dan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
Inilah rahasia besar Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ yang ditujukan bukan hanya kepada Muhammad Subhânahu wa Ta’âlâ saja namun juga pada seluruh umat manusia yang mau beriman dan bertaqwa dijalan-Nya. Yakni untuk mencapai kondisi “tauhid yang prima”. Ketauhidan dimana hanya Allâh yang menjadi tempat menyembah, meiminta dan menyandarkan segala sesuatumya tanpa ada pamrih sediktpun. Melalui apa? Yaitu melalui Shalat lima waktu yang Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ perintahkan dalam suatu ilustrasi ruhaniyah, yakni isra’ wa mi’raj.
0 komentar:
Posting Komentar