Rabu, 30 Maret 2016

Lupa dalam pandangan Islam

Kenapa kita bisa lupa.? Bagaimana dalam pandangan Islam , dan apa yang dapat kita lakukan jika kita lupa, berikut saya akan memaparkannya...
Penyebab mengapa kita sering lupa menurut pandangan Islam adalah maksiat. Imam asy-syafi’i berkata:

“saya mengadu kepada waqi’ (guru beliau) mengenai buruknya hafalanku, maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan kepada pelaku maksiat”. (IMAM ASY-SYAFI’I)
Dan Abdullah bin Al-Mubarak diriwayatkan dari adh-haq bin muzahin bahwasannya beliau berkata:

“tidak seorangpun yang mempelajari al-qur’an kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu” (QS. Asy-Syura: 30).
Secara medis, lupa atau tidak ingat merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mengungkapkan apa yang ada didalam memori otaknya. Ada orang yang mudah sekali lupa meletakkan sesuatu atau membawa barang, dan ada juga orang yang lupa mengingat suatu informasi. Beberapa hal bisa menjadi penyebab seseorang mudah lupa diantaranya adalah:
  1. Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan salah satu faktor yang krusial sebab kebanyakan faktor inilah yang membuat kita sering lupa. Durasi kita tidur yang proporsional antara 6 hingga 8 jam perhari, kurang tidur akan menyebabkan otak menjadi lelah dan akhirnya sering bermasalah dalam proses aktifitas kita. Akibat dari susah tidur adalah sulitnya berkonsentrasi dan itulah yang menjadi faktor penyebab kelupaan. Udara yang segar dan mengandung banyak oksigen dimulai dari dini hari hingga jam 5 pagi, maka dari itu pagi hari merupakan saat-saat yang tepat untuk menyegarkan otak kita dengan menghirup oksigen sebanyak mungkin agar kita mencegak kelupaan
  2. Memikirkan banyak hal secara bersamaan, ini sering kali terjadi padahal cara seperti ini malah membuat otak kita tidak konsentrasi, dan kesulitan menyimpan serta memilah mana informasi yang harus diingat dan yang tidak perlu diingat.
  3. Jarang berolahraga bisa menyebabkan penumpukan lemak di pembuluh darah, dan menghambat sirkulasi oksigen ke otak. Ini akan menyebabkan otak cepat lelah dan susah untuk mengingat.
  4. Stress dan Depresi sebenarnya merupakan salah satu akibat dari pola hidup yang tidak teratur, stress dan depresi menjadi faktor dalam kurangnya konsentrasi kita terhadap informasi yang harus kita olah dalam otak, akhirnya kitapun menjadi pelupa.
  5. Asupan nutrisi yang cukup merupakan hal yang penting pengaruhnya terhadap kualitas ingatan kita, dan diet yang tidak seimbang yang menyebabkan kurangnya asupan nutrisi juga akan menyebabkan kita sering lupa. Namun terlalu sering makan-makanan yang berlemak kecuali ikan juga akan menyebabkan kita pelupa, sebab penumpukan lemak dalam darah akan menghambat nutrisi yang dibutuhkan otak setiap hari, akibatnya kualitas otak menurun dan kita menjadi sering lupa.
  6.  Mengkonsumsi alkohol sangat tidak disarankan, sebab mengkonsumsi alkohol sangat berbehaya bagi kesehatan dan bisa menurunkan daya ingat bahkan jika suka mengkonsumsi alkohol bisa menybebkan gangguan memori jangka panjang. Minuman beralkohol yang masuk kedalam tubuh bisa memicu kerusakan saraf dan juga menyebabkan otak kekurangan kadar vitamin B-12 yang dibutuhkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“dan ingatlah kepada Tuhamu jika kamu lupa” (QS. AL-Kahfi: 24).

“hai orang orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (QS. AL-Ahzab: 41-42).
Jadi, cara mengatasi lupa adalah dengan banyak mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dapat kita lakukan dengan berdzikir, karena dengan mengingat Allah merupakan terapi bagi lupa dan kelalaian hati, maka Allah memerintahkan kita untuk banyak mengingat-Nya, sehingga Allah hadir didalam hati kita secar terus menerus dan tidak hilang setiap hari.

Al-Qur’an Bisa Meningkatkan Kecerdasan Otak

Membaca al-qur’an adalah salah satu ibadah yang banyak terlupakan oleh kita-kita umat muslim, padahal pahala membaca al-qur’an dihitung di setiap huruf yang kita baca, namun banyak dari kita yang nggak pernah peduli dengan hal itu. Bahkan buku bacaan seperti komik, novel, majalah lebih mengasikkan kan?

Bahkan banyak dari para orang tua muslim yang tak mengajarkan anak-anaknya baca tulis al-qu’an, padahal membaca al-qur’an juga tak kalah penting dari membaca huruf alfabeth biasa. Mengapa? Ternyata membaca al-qur’an disetiap hari  setelah subuh dan maghrib sangat membantu meningkatkan kecerdasan otak.  Bukankah ini juga membantu prestasi kalian selain dari membaca buku-buku pelajaran?bacaan-alquran-mempengaruhi kecerdasan otak

Pasalnya nih ya guys, ada sebuah hasil penelitian yang membuktikan bahwa membaca al-qur’an setelah maghrib dan subuh dapat meningkatkan kecerdasan otak sampai 80% lhoo. Mengapa? Karena subuh dan maghrib merupakan pergantian dari siang ke malam ataupun sebaliknya. Ajaib ya?

Nah untuk menunjang kecerdasan otak tak hanya membacanya saat setelah maghrib dan subuh aja ya guys, kamu juga harus membarenginya dengan menyedikitkan makan. Maksudnya jangan makan sebelum kamu lapar dan berhentilah makan sebelum kamu kenyang seperti apa yang telah di ajarkan Nabi, ditambah bangun di sepertiga malam dan bermunajjat pada yang kuasa dan juga membaca al-qur’an sambil melihat ke mushaf beserta maknanya.

Kita harus bangga menjadi umat muslim guys, dengan membaca al-qur,an kita bisa meningkatkan daya ingat kita. Bacaan apalagi yang bisa meningkatkan kecerdasan kita sampai 80%, tak hanya itu al-quran juga bisa membuat kita merasa nyaman dan menenangkan pikiran. Mengapa?

Walaupun kita orang Indonesia yang sebagian besar dari kita sangat awam akan apa arti tulisan yang kita baca, tak jadi masalah guys. Dr. Al-Qadhi Seorang dokter ahli jiwa di klinik Florida Amerika Serikat telah melakukan penelitian dan berhasil membuktikan bahwa hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat al-qur’an bagi orang yang mengerti bahasa Arab ataupun tidak akan dapat merasakan perubahn-perubahan pada dirinya. Diantara perubahan itu adalah:cerdas dengan baca al qur'an

    Fisiologis yang sangat besar
    Penurunan depresi, kesedihan
    Memperoleh ketenangan jiwa
    Menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yg dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya

Tentu saja penelitian ini tak memakan waktu yang sebentar ya guys. Penelitiannya juga ditunjang dengan bantuan peralatan modern untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bahwa membaca Al-Qur’an berpengaruh besar hingga 97 % dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.

Subhanallah bukankah sangat besar manfaat al-qur’an bagi kita, bukan hanya pahala yang kita dapatkan, namun kecerdasan otak, ketenangan jiwa, bahkan menyembuhkan penyakit. Maka dari itu setidaknya kita bisa meluangkan sedikit waktu kita untuk membaca al-qur’an. Untuk merasakan manfaat nikmat yang telah diberikan yang Maha Kuasa pada kita.

Selasa, 29 Maret 2016

Gus Muwaffiq: IPNU-IPPNU Generasi Gila!

Sebelum sempat turun dari mobil, pria berbadan kekar itu meminta waktu dua menit untuk istirahat sejenak. Beberapa penerima tamu dari fasilitator Latihan Kader Utama (Lakut) PW IPNU-IPPNU Jawa Tengah, menunggunya disamping mobil berplat AB itu. Tak lama kemudian, ia turun dari mobil dengan napas terengah, berjalan menuju ruang pemateri di gedung diklat milik Kemenag Provinsi Jawa Tengah.

Namanya Kiai Ahmad Muwaffiq. Orang biasa memanggilnya Gus Muwaffiq atau Cak Afiq. Ia merupakan tokoh NU yang banyak mengader anak-anak muda NU, khususnya IPNU-IPPNU dan PMII. Siang itu, ia masih seperti biasanya: berambut gongdrong dengan kopiah putih, memakai jubah dan sorban hijau keabu-abuan. Suaranya sedikit serak, setelah beberapa hari ini sibuk keliling Jateng, Jatim dan beberapa titik di luar Jawa untuk memenuhi berbagai undangan ceramah, seminar dan pengisian kanuragan Pagar Nusa, salah satu badan otonom NU yang mengonsolidasikan para pendekar. Kali ini, di tengah kesibukannya, ia menyelakan waktu untuk datang ke Semarang, mengisi pengaderan generasi muda NU yang digelar selama empat hari, 24–27 Maret 2016.

Tak lama berselang, ia memasuki forum. Dengan muka sedikit pucat dan suara serak-serak karena jarang tidur kecuali di mobil, ia menyampakan materi. Sedikitnya 50 peserta menyimak dengan seksama, paparan dari mantan asisten Gus Dur ini. Beberapa panitia dan fasilitator pun turut menyimak. Di pojok kanan forum, seorang panitia yang menjadi notulen, sibuk mencatat apa-apa yang disampaikan.

“Kalian semua ini telah memilih untuk menjadi orang gila, tak normal dan tak wajar. Wajarnya pemuda-pemudi hari ini ya tidak begini, tidak di tempat yang seperti ini, tapi di mall, kafe, jalan-jalan, tempat pacaran, dan berselfie ria atau berbagai kemewahan lain yang dunia modern tawarkan. Dan kalian tidak memilih itu. Kalian memilih menjadi orang yang gila, terasing dan beda dari generasi yang ada,” papar Cak Afiq, usai membuka dengan salam.

Lebih lanjut Cak Afiq memaparkan bahwa Iblis sekarang bingung, karena metodologinya dalam menggoda manusia berupa kejahatan sudah dipakai oleh manusia itu sendiri. Namun, sesuai kesepakatannya dengan Tuhan, ia tak berhenti menggoda untuk menyesatkan dan menjerumuskan manusia. “Kalau dulu alat Iblis adalah kemungkaran, sekarang memakai alat kesalehan,” katanya.

“Kalian, yang cowok-cowok, saya yakin tidak mau dengan wanita yang memakai baju terbuka, apalagi tatoan. Kemudian Iblis menawarkan cewek yang berkerudung, sampai kemudian pacaran dan dengan tanpa sadar pegang-pegangan, dan lain-lain. Itu sama saja, hanya bungkusnya yang berbeda. Sesama Muslim enggan mengkafirkan (memvonis kafir), maka kemudian Iblis memakaikan jubah dan sorban, sampai akhirnya orang itu merasa benar sendiri, menganggap yang lain salah lalu mengkafirkan. Itu sama saja. Iblis tidak lagi menggiring ke arah maksiat dengan keburukan, namun dengan kebaikan,” imbuhnya menasehati para generasi muda.

“Kalian memilih menjadi manusia yang penuh dengan derita, yaitu memikul tanggung jawab keumatan. Kalian memilih menjadi yang tegak di antara tongkat-tongkat yang bengkok. Kalian memilih melewati jalan yang ditempuh oleh para ulama dan pelayan umat. Jika bisa istiqamah, kalian kelak akan menjadi sandaran tongkat-tongkat yang bengkok itu, karena kalian lurus. Namun ini berat, teramat berat. Bisa jadi, di antara 50 peserta ini, satu persatu akan jatuh berguguran, hingga nanti mungkin yang masih istiqamah tinggal lima. Namun saya doakan semoga semuanya kuat,” imbuhnya, menyadarkan posisi dan tanggung jawab peserta. Masih dengan nada rendah, ia kembali melanjutkan.

“Menjadi pelayan agama dan umat itu tidak mudah, harus rela mengorbankan kepentingan, kesenangan dan waktu diri sendiri dan bahkan keluarga untuk orang lain. Dulu anak-anak Gus Dur bahkan pangkling dengan bapaknya, karena saking jarangnya bertemu. Usai ada tamu, ada acara keluar, ada seminar, ada menghadiri pertemuan, sampai anaknya pernah mengeluh: ‘Pak, tolong beri aku selimut, aku dingin lama ditinggal Bapak’, dan Gus Dur menjawab, ‘Kita dahulukan dulu kepentingan umat’. Begitu juga dengan keadaan hidup para kiai dan ulama, siapa saja datang kepada mereka: mulai dari orang terbelit hutang, orang minta doa cepat dapat jodoh, ibu melahirkan, orang sunat, orang menikah, orang meninggal, orang punya masalah, pejabat, calon anggota dewan, pencuri, gali maling semua diterima oleh kiai bahkan masing-masih diberi (ayat) Al-Quran (sebagai doa),” paparnya panjang lebar.

Tak terasa, aku yang memoderatorinya terenyuh, mataku berkaca-kaca. Kulihat, beberapa peserta sejenak tertunduk. Suasana di siang itu begitu hening.

“Lihat makam para wali itu, sudah meninggal ratusan tahun saja, orang-orang masih berduyun-duyun datang kesana. Kita bisa bayangkan bagaimana dulu hidupnya, menjadi tempat sandaran banyak orang. Itu baru para wali, bagaimana dengan Baginda Nabi Muhammad SAW, ketika semua orang dulu bengkok, beliau menjadi satu-satunya orang yang lurus dan menjadi tempat bersandar banyak orang. Semua orang mendatanginya, minta petunjuk, pencerahan, pengayoman, lindungan dan solusi atas pelbagai persoalan.”

Untuk menghadapi tanggungjawab itu semua, katanya, jangan kebanyakan tidur. Seburuk-buruk orang itu ialah banyak tidurnya. “Nabi Muhammad mendapat Islam itu mau melek 15 tahun. Syekh Abdul Qodir Al-Jilani mendapat thariqah itu melek 25 tahun. Sunan Kalijaga mendapat derajat kewalian itu menjaga tongkat 3 tahun. Syekh Hasan Syadzili melek 20 tahun. Mbah Hasyim sebelum mendirikan NU berjalan tiga tahun di Kali Brantas, dari hilir sampai hulu. Ibu Nyai Dlomroh, istri kyai Manap(KH Abdul Karim, Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo), 7 tahun tidak pernah tidur. Kalau sekarang Lirboyo besar seperti itu ya wajar. Ibu Nyai Chudlori Tegalrejo, malamnya tidak pernah tidur.” Ungkapnya, membuat para beberapa peserta yang kantuk tergugah semangat. Aku sendiri menjadi begitu malu kepada generasi terdahulu. Dengan fasilitas seadanya, orang dulu begitu hebat dan banyak melahirkan pemikiran dan karya yang bermanfaat.

Kemudian ia menjelaskan, bahwa hari ini semua amaliyah kita orang NU diinvestigasi. Namun karena metodologinya tidak pas, maka semua investigasi itu tidak nyambung. “Al-Qur’an itu ibarat sumur, ibarat air sumur: bisa dibikin es-teh atau sirup. Mencari es-teh tidak bisa ke sumur karena itu produk olahan air sumur. Maka mencari Pancasila di dalam Al-Qur’an jelas sia-sia karena tidak ada,” ungkapnya memberi logika.

Cak Afiq lalu memetakan bahwa sebenarnya gerakan-gerakan di luar NU (pada hakikatnya) tidak begitu mengganggu NU, karena mereka justru menghancurkan diri sendiri secara nilai dan ideologi mereka, yang tidak sesuai dengan ajaran baginda Nabi Muhammad SAW. “Seperti ketika dulu mereka tidak mau tahlilan karena menganggap itu bukan ajaran Islam. Baru ketika mereka menemukan dalilnya, mereka sedikit naik pangkat namun penuh gengsi: mau tahlil namun tidak mau tahlilan. Padahal, orang Jawa: apapun yang sudah dipakai atau dilaksanakan akan diberi akhiran ‘an’. Tahlil – tahlilan, yasin – yasinan, sarung – sarungan, dan lain sebagainya. Jadi, kalau mau tahlil tapi tidak mau tahlilan, ibarat orang punya celana tapi tidak mau memakainya,” jelasnya disambut gerrrr dari peserta.

“Maaf, pada kesempatan kali ini, saya baru menyampaikan muqaddimah. Karena minimnya waktu, saya tidak bisa menjelaskan panjang-lebar terkait dengan gerakan aswaja. Silakan cari waktu lain yang saya longgar, insyaallah saya siap menjelaskannya. Satu atau dua hari, insyaallah akan lebih tuntas,” imbuhnya. Tak lama kemudian, Cak Afiq berpamit meninggalkan forum dan berangkat menuju Magetan, Jawa Timur.

Usai acara Lakut selesai, para peserta dalam Rencana Tindak Lanjut bersepakat untuk mengundangnya kembali. Adapun tempat tuan-rumahnya adalah di IPNU-IPPNU Kabupaten Klaten, dengan tentatif waktu sebelum bulan puasa. Semoga pemaparan yang lebih dalam lagi dengan mantan Sekjend Mahasiswa Islam se-Asia Tenggara itu ke depan bisa terwujud. Amin.

Sumber : http://www.muslimoderat.com/

Syaichona Kholil Bangkalan, Maha Kiai dengan Seribu Karomah

KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur.
Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh ayah Beliau menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.

Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya.
Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al-Quran . Belia mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca al-Quran).

Pada 1276 Hijrah/1859 Masihi, KH Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani(Guru Ulama Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bA
Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Kh.Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar.
Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu: Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani (Semarang) menyusun kaedah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

karena Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Kh.Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya.

Beliau sedar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus peratus memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian.

Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaana lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri .
Kh.Ghozi menambahkan, dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil bersama kiai-kiai besar seperti Bisri Syansuri, Hasyim Asy’ari, Wahab Chasbullah dan Mbah Abas Buntet Cirebon, menge-rahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan tentara Sekutu.

Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar.
Tak ketinggalan, Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar.
Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan. ”Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH Wahab Chasbullah ini.

Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan.
Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita kh Ghozi.
Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju.
Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.

”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar kh Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.
di antara sekian banyak murid Kh Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah Kh Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU) Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma’shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo).
Kh. Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masihi.

Membetulkan Arah Kiblat
Kiai Muntaha, mantu Kiai Kholil, yang terkenal alim itu membangun masjid di pesantrennya, dan pembangunan masjid tersebut hampir rampung. Sebagai seorang alim, Kiai Muntaha membangun dengan rencana yang matang sesuai dengan tuntunan syariat. Begitu juga dengan tata letak dan posisi masjid yang tepat mengarah ke kiblat. Menurut Kiai Muntaha, masjid yang hampir rampung itu sudah sedemikian tepat, sehingga tinggal menunggu peresmiannya saja sebagai masjid kebanggaan pesantren.

Suatu hari, masjid yang hampir rampung itu dilihat oleh Kiai Kholil, menurut pandangan Kiai Kholil, ternyata masjid itu terdapat kesalahan dalam posisi kiblat.
“Muntaha, arah kiblat masjidmu ini masih belum tepat, ubahlah!” ucap Kiai Kholil mengingatkan mantunya yang alim itu. Sebagai seorang alim, sebagai kiai alim, Kiai Muntaha tidak percaya begitu saja. Beberapa argumen diajukan kepada Kiai Kholil untuk memperkuat pendiriannya yang selama ini sudah dianggapnya benar, melihat mantunya tidak ada-ada tanda-tanda menerima nasehatnya, Kiai Kholil tersenyum sambil berjalan ke arah masjid.

Sementara Kiai Muntaha mengikuti di belakangnya. Sesampainya di ruang pengimaman, Kiai Kholil mengambil kayu kecil kemudian melubangi dinding tembok arah kiblat.
“Muntaha, coba kau lihat lubang ini, bagaimana posisi arah kiblatmu?” panggil Kiai Kholil sambil memperhatikan mantunya bergegas mendekatkan matanya ke lubang itu, betapa kagetnya Kiai Muntaha setelah melihat dinding itu. Tak diduganya, lubang yang kecil itu ternyata Ka’bah yang berada di Makkah dapat dilihat dengan jelas dihadapannya. Kiai Muntaha tidak percaya, digosok-gosokan matanya dan dilihatnya sekali lagi lubang itu, dan ternyata Ka’bah yang di Makkah malah semakin jelas. Maka, sadarlah Kiai Muntaha, ternyata arah kiblat Masjid yang diyakininya benar selama ini terdapat kesalahan. Arah kiblat masjid yang dibangunnya, ternyata terlalu miring ke kanan. Kiai Kholil benar, sejak saat itu, Kiai Muntaha mau mengubah arah kiblat masjidnya sesuai dengan arah yang dilihat dalam lubang tadi.

Mengetahui Pikiran Kiai Noer
Ketika Kholil muda menyantri pada Kiai Noer di pesantren Langitan Tuban. Kholil seperti biasanya ikut jama’ah sholat yang memang keharusan para santri. Di tengah kekhusukan jama’ah sholat, tiba-tiba kholil tertawa terbahak-bahak. Karuan saja, hal ini membuat santri lain marah. Demikian juga dengan Kiai Noer.
Dengan kening berkerut, kiai bertanya:
“Kholil, kenapa waktu sholat tadi, kamu tertawa terbahak-bahak. Lupakah kamu itu meengganggu kekhusukan sholat dan sholat kamu tidak syah?!” Kholil menjawab dengan tenang, “Maaf, begini Kiai, waktu sholat tadi saya sedang melihat Kiai sedang mengaduk-aduk nasi di bakul, karena itu saya tertawa. Sholat kok mengaduk-aduk nasi. Salahkah yang saya lihat itu, kiai?” Jawab Kholil muda dengan mantap dan sopan.
Kiai Muhammad Noer terkejut. Kholil benar, Santri baru itu dapat membaca apa yang terlintas di benaknya, Kiai Muhammad Noer duduk dengan tenang sambil menerawang lurus ke depan, serta merta berbicara kepada santri kholil: “Kau benar anakku, saat mengimami sholat tadi perut saya memang sedang lapar. Yang terbayang dalam pikiran saya saat itu, memang hanya nasi, anakku,” ucap Kiai Muhammad Noer secara jujur.
Sejak kejadian itu kelebihan Kholil akhirnya menyebar. Bukan hanya terbatas di pesantren Langitan, tetapi juga sampai ke pesantren lain di sekitarnya. Karena itu, setiap kiai yang akan ditimba ilmunya oleh Kholil muda, maka para kiai itu selalu mengistimewakannya.

Didatangi Macan
Pada suatu hari di bulan syawal, Kiai Kholil tiba-tiba memanggil santri-santrinya. “Anak-anakku, sejak hari ini kalian harus memperketat penjagaan pondok pesantren. Pintu gerbang harus senantiasa dijaga, sebentar lagi akan ada macan masuk ke pondok ini” kata Kiai Kholil agak serius.
Mendengar tutur guru yang sangat dihormati itu, segera para santri mempersiapkan diri. Waktu itu, sebelah timur Bangkalan memang terdapat hutan-hutan yang cukup lebat dan angker. Hari demi hari, penjagaan semakin diperketat, tetapi macan yang ditunggu-tunggu belum tampak juga. Memasuki minggu ketiga, datanglah ke pesantren seorang pemuda kurus tidak seberapa tinggi bertubuh kuning langsat sambil menenteng kopor seng.
Sesampainya di depan pintu rumah Kiai Kholil, lalu mengucap salam “Assalamu’alauikum” ucapnya agak pelan dan sangat sopan.
Mendengar salam itu, bukannya jawaban salam yang diterima, tetapi kiai malah berteriak memanggil santrinya, hei… santri semua, ada macan…macan…ayo kita kepung. Jangan sampai masuk pondok” seru Kiai Kholil bak seorang komandan di medan perang.
Mendengar teriakan Kiai, kontan saja semua santri berhamburan, datang sambil membawa apa saja yang ada, pedang, celurit, tongkat, pacul untuk mengepung pemuda yang baru datang tadi yang mulai nampak pucat. Tidak ada pilihan lagi kecuali lari seribu langkah. Namun karena tekad ingin nyantri ke Kiai Kholil begitu menggelora, maka keesokan harinya pemuda itu mencoba datang lagi. Begitu memasuki pintu gerbang pesantren langsung disong-song dengan usiran ramai-ramai. Demikian juga keesokan harinya, baru pada malam ketiga, pemuda yang pantang mundur ini memasuki pesantren secara diam-diam pada malam hari. Karena lelahnya pemuda itu, yang disertai rasa takut yang mencekam, akhirnya tertidur di bawah kentongan surau.
Secara tidak diduga, tengah malam, Kiai Kholil datang dan membangunkannya, karuan saja dimarahi habis-habisan. Pemuda itu dibawa ke rumah Kiai Kholil, setelah berbasa-basi dengan seribu alasan, baru pemuda itu lega setelah resmi diterima sebagai santri Kiai Kholil. Pemuda itu bernama Abdul Wahab Hasbullah.
Seorang kiai yang sangat alim, jagoan berdebat dan pembaharu pemikiran. Kehadiran KH. Wahab Hasbullah dimana-mana selalu berwibawa dan disegani baik kawan maupun lawan bagaikan seekor macan, seperti yang disyaratkan Kiai Kholil.
Ketinggalan Kapal Laut
Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu satu-satunya angkutan yang menuju Makkah. Semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya :
“Pak tolong, saya belikan anggur, saya ingin sekali” ucap istrinya dengan memelas.
“Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari anggur”. Jawab suaminya dengan bergegas keluar dari kapal.
Setelah suaminya keluar mencari anggur di sekitar anjungan kapal, nampaknya tidak ditemuai pedagang anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar. Untuk memenuhi permintaan istrinya tercinta. Dan, meski agak lama, toh akhirnya anggur itu didapat juga, betapa gembiranya sang suami mendapatkan anggur itu. Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal laut untuk menemui istrinya.
Namun betapa terkejutnya sesampai ke anjungan kapal. Pandangannya menerawang ke arah kapal yang akan ditumpangi. Semakin lama kapal tersebut semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini. Ia duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat.
Di saat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menghampirinya. Dia memberikan nasehat: “Datanglah kamu kepada Kiai Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu!” ucapnya dengan tenang.
“Kiai Kholil?” pikirnya.
“Siapa dia?, Apa ia mesti harus kesana, bisakah dia menolong ketertinggalan saya dari kapal?” begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya.
“Segeralah ke Kiai Kholil minta tolong padanya agar membantu kesulitan yang kamu alami, Insyaallah.” Lanjut orang itu menutup pembicaraan. Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan. Setibanya di kediaman Kiai Kholil, langsung disambut dan ditanya:
“Ada keperluan apa?”
Lalu, sang suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga datang ke Kiai Kholil. Tiba-tiba Kiai berkata :
“Lho…ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan, sana … pergi”.
Lalu suami itu kembali dengan tangan hampa.
Sesampainya di pelabuhan, dia bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Kiai Kholil. Orang tersebut bertanya: Bagaimana? Sudah ketemu Kiai Kholil?
“Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan.” Katanya dengan nada putus asa.
“Kembali lagi, kembali lagi temui Kiai Kholil!” ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu. Maka sang suami yang malang itu pun kembali lagi ke Kiai Kholil. Begitu dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ketiga kalinya, Kiai Kholil berucap, “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan”.
“Terimakasih Kiai” kata sang suami melihat secercah harapan.
“Tapi ada syaratnya” ucap Kiai Kholil.
“Saya akan penuhi semua syaratnya.” Jawab orang itu dengan bersungguh-sungguh.
Lalu Kiai berpesan : “Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan jangan sampeyan ceritakan pada orang lain, kecuali saya sudah meninggal, apakah sampeyan sanggup?” pesan dan tanya Kiai seraya menatap tajam.
“Sanggup Kiai, “jawabnya spontan.
“Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu. Pejamkan matamu rapat-rapat” kata Kiai Kholil.
Lalu, sang suami melaksanakan perintah Kiai dengan patuh, setelah beberapa menit berlalu dibukanya matanya dengan pelan-pelan. Betapa terkejutnya ia melihat apa yang dihadapannya, ia sedang berada di atas kapal laut yang sedang berjalan.
Takjub, heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang sedang dilihatnya. Digosok-gosokkan matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di atas kapal. Segara ia ditemui isterinya di salah satu ruang kapal.
“Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali” dengan senyuman penuh arti seakan tidak terjadi apa-apa. Dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal. Padahal, sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang baru kali ini dialami, sekali dalam hidupnya. Terbayang wajah Kiai Kholil. Dia baru menyadari bahwa beberapa saat yang lalu, sebenarnya dia baru saja berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa
Santri Mimpi Dengan Wanita
Pada suatu hari menjelang pagi, santri bernama Bahar dari Sidogiri merasa gundah. Dalam benaknya tentu pagi itu ia tidak bisa sholat subuh berjamaah.
Ketidakikutsertaan Bahar sholat subuh berjamaah bukan karena malas. Tetapi disebabkan halangan junub, semalaman Bahar bermimpi tidur dengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar sebab wanita itu adalah istri Kiai Kholil , istri gurunya.
Menjelang subuh, terdengar Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap: “santri kurang ajar…, santri kurang ajar…”
Para santri yang sudah naik ke masjid untuk sholat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud santri kurang ajar itu. Subuh itu Bahar memang tidak ikut shalat berjamaah, tetapi bersembunyi di belakang pintu masjid.
Seusai sholat subuh berjamaah Kiai Kholil menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya: Siapa santri yang tidak ikut berjamaah?” ucap Kiai Kholil nada menyelidik.
Semua santri merasa terkejut, tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri menoleh ke kanan kiri, mencari tahu siapa yang tidak hadir, ternyata yang tidak hadir waktu itu hanyalah Bahar, kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan lalu dibawa ke masjid. Kiai Kholil menatap tajam-tajam kepada Bahar seraya berkata:
“Bahar, karena kamu tidak hadir sholat subuh berjamaah maka kamu harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini,” perintah Kiai Kholil (Petok adalah sejenis pisau kecil dipakai untuk menyabit rumput) . Setelah menerima perintah itu, segera Bahar melaksanakan dengan tulus.
Dapat diduga bagaimana Bahar menebang dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali. Hukuman ini akhirnya diselesaikan dengan baik.
“Alhamdulillah, sudah selesai Kiai,” ucap Bahar dengan sopan dan rendah hati.
“Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang ada di nampan itu sampai habis,” perintah Kiai kepada Bahar.
Sekali lagi santri Bahar dengan patuh dan gembira menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar menerima hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan sampai habis yang ada di nampan itu. Setelah itu santri Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap:
“Hei santri, semua ilmuku sudah dicuri orang ini,” ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar dan Kiai Kholil pun memintanya untuk pulang kampung halamannya.
Memang benar, tak lama setelah itu, santri yang mendapat isyarat mencuri ilmu Kiai Kholil itu, menjadi Kiai yang alim, yang memimpin sebuah pondok besar di Jawa Timur. Kiai yang beruntung itu bernama Kiai Bahar, seorang Kiai besar dengan ribuan santri yang diasuhnya di pondok pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.
Kiai Kholil Masuk Penjara
Beberapa pelarian pejuang kemerdekaan dari Jawa bersembunyi di pesantren Kiai Kholil. Kompeni Belanda, rupanya mencium kabar itu. Tentara Belanda berupaya keras untuk menangkap pejuang kemerdekaan yang bersembunyi itu.
Rencana penangkapan diupayakan secepat mungkin. Setelah yakin bersembunyi di pesantren, tentara Belanda memasuki pesantren Kiai Kholil. Seluruh pojok pesantren digrebek. Ternyata tidak menemukan apa-apa. Hal itu membuat kompeni marah besar, karena kejengkelannya akhirnya mereka membawa pimpinan pesantren, yaitu Kiai Kholil untuk ditahan.
Dengan siasat ini, mereka berharap dengan ditahannya Kiai Kholil, para pejuang segera menyerahkan diri.
Ketika Kiai Kholil dimasukkan ke dalam tahanan, maka beberapa peristiwa ganjil mulai muncul. Hal ini membuat susah penjajah Belanda. Mula-mula ketika Kiai Kholil masuk ke dalam tahanan, semua pintu tahanan tidak bisa ditutup.
Dengan demikian, pintu tahanan dalam keadaan terbuka terus-menerus. Kompeni Belanda harus berjaga siang dan malam secara terus-menerus. Sebab, jika tidak maka tahanan bisa melarikan diri. Pada hari berikutnya, sejak Kiai Kholil ditahan, ribuan orang dari Madura dan Jawa berdatangan untuk menjenguk dan mengirim makanan ke Kiai Kholil.
Kejadian ini membuat kompeni merasa kewalahan mengatur orang sebanyak itu. Silih berganti setiap hari terus-menerus. Akhirnya, kompeni membuat larangan berkunjung ke Kiai Kholil. Pelarangan itu ternyata tidak menyelesaikan masalah. Masyarakat justru datang setiap harinya semakin banyak.
Para pengunjung yang bermaksud berkunjung ke Kiai Kholil bergerombol di sekitar rumah tahanan. Bahkan banyak yang minta ditahan bersama Kiai Kholil. Sikap nekad para pengunjung Kiai Kholil ini jelas membuat Belanda makin kewalahan.
Kompeni merasa khawatir, kalau dibiarkan berlarut-larut suasana akan semakin parah. Akhirnya, daripada pusing memikirkan hal yang sulit dimengerti oleh akal itu, kompeni Belanda melepaskan Kiai Kholil begitu saja.
Setelah kompeni mengeluarkan Kiai Kholil dari penjara, baru semua kegiatan berjalan sebagaimana biasanya. Demikian juga dengan pintu penjara sudah bisa ditutup kembali serta para pengunjung yang berjubel disekitar penjara kembali pulang kerumahnya masing-masing.
Residen Belanda
Suatu hari residen Belanda yang ditempatkan di Bangkalan mendapat suatu surat yang cukup mengejutkan dari pemerintah kolonial Belanda di Jakarta. Surat tersebut berisi tentang pemberhentian dirinya sebagai residen di Bangkalan.
Padahal, jabatan itu masih diinginkan dalam beberapa saat. Residen ini sangat berbeda dengan residen Belanda lainnya. Hati nurani residen ini tidak pernah menyetujui adanya penjajahan oleh negaranya.
Untuk mempertahankan posisinya, residen Belanda yang bersimpati kepada Indonesia ini mau berkorban apa saja asalkan tetap memangku jabatan di Bangkalan. Kebetulan sang residen mendengar kabar bahwa di Bangkalan ada orang yang pandai dan sakti mandraguna. Tanpa pikir panjang lagi, sang residen segera pergi menemui orang yang diharapkan kiranya dapat membantu mewujudkan keinginannya itu.
Maka, berangkatlah sang residen itu ke Kiai Kholil dengan ditemani beberapa koleganya. Sesampainya di kediaman Kiai Kholil, sang residen Belanda langsung menyampaikan hajatnya itu. Kiai Kholil tahu siapa yang dihadapinya itu, lalu dijawab dengan santai seraya berucap:
“Tuan selamat….selamat, selamat,” ucapnya dengan senyum yang khas, Residen Belanda merasa puas dengan jawaban Kiai Kholil dan setelah itu berpamitan pulang.
Selang beberapa hari setelah kejadian itu, sang residen menerima surat dari pemerintah Belanda yang isinya pencabutan kembali surat keputusan pemberhentian atas dirinya. Betapa senangnya menerima surat itu. Dengan demikian, dirinya masih tetap memangku jabatan di daerah Bangkalan.
Sejak peristiwa itu, Kiai Kholil diberi kebebasan melewati seluruh daerah Bangkalan. Bahkan Kiai Kholil bisa menaiki dokar seenaknya melewati daerah terlarang di karesidenan Bangkalan tanpa ada yang merintanginya. Baik residen maupun aparat Belanda semua menaruh hormat kepada Kiai Kholil. Seorang Kiai. Yang dianggap memiliki kesaktian yang luas biasa.
Santri Pencuri Pepaya
Pada suatu hari, seorang santri berjalan-jalan di sekitar pondok pesantren kedemangan. Kebetulan di dalam pesantren terdapat pohon pepaya yang buahnya sudah matang-matang kepunyaan kiai.
Entah karena lapar atau pepaya sedemikian merangsang seleranya, santri itu nekad bermaksud mencuri pepaya tersebut. Setelah menengok ke kanan dan ke kiri, merasa dirinya aman maka dipanjatlah pohoh pepaya yang paling banyak buahnya. Kemudian dipetiknya satu persatu buah pepaya yang matang-matang itu. Setelah cukup banyak santri itu kemudian turun secara perlahan-lahan.
Baru saja kakinya menginjak tanah, ternyata sudah diketahui oleh beberapa santri, tak ayal lagi santri yang mencuri pepaya itu dilaporkan kepada Kiai Kholil.
Kiai marah besar kepada santri itu. Setelah itu disuruhnya dia memakan pepaya itu sampai habis, dan akhirnya diusir dari pondok pesantren. Tak lama setelah kejadian itu , santri yang diusir karena mencuri pepaya itu ternyata menjadi Kiai besar yang alim.
Kealiman dan ketenaran kiai tersebut sampai kepada pesantren kedemangan. Mendengar berita menarik itu, beberapa santri ingin mengikuti jejaknya. Pada suatu hari, beberapa santri mencoba mencuri pepaya di pesantren.
Dengan harapan agar dimarahi kiai. Begitu turun dari pohon pepaya. Kontan saja petugas santri memergokinya. Maka peristiwa itu dilaporkan kepada Kiai Kholil. Setelah melihat beberapa saat kepada santri yang mencuri pepaya itu, seraya
Kiai mengucap :
“Ya sudah, biarlah” kata Kiai Kholil dengan nada datar tanpa ada marah tanpa ada pengusiran.
“Wah, celaka saya tidak bisa menjadi kiai,” desah santri pencuri pepaya sambil menangis menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Orang Arab Dan Macan Tutul
Suatu hari menjelang sholat maghrib, seperti biasanya, Kiai Kholil mengimami jamaah sholat berjamaah bersama para santri Kedemangan. Bersamaan dengan Kiai Kholil mengimami sholat, tiba-tiba beliau kedatangan tamu orang berbangsa Arab, orang
Madura menyebutnya Habib.
Seusai melaksanakan sholat Kiai Kholil menemui tamu-tamunya termasuk orang arab yang baru datang yang mengetahui kefasihan bahasa Arab. Habib tadi menghampiri Kiai Kholil sambil berucap :
” Kiai . . . ,bacaan Al Fatihah (antum) kurang fasih”, tegur sang habib.
“O . . . begitu”, jawab Kiai Kholil tenang.
Setelah berbasa-basi, beberapa saat, habib dipersilahkan mengambil wudlu untuk melaksakan sholat maghrib. “Tempat wudlu ada disebelah masjid itu. Habib, Silahkan ambil wudlu disana”, ucap Kiai sambil menunjukan arah tempat wudlu. Baru saja selesai berwudlu, tiba-tiba habib dikejutkan dengan munculnya macan tutul.
Habib terkejut dan berteriak dengan Bahasa Arabnya yang fasih untuk mengusir macan tutul yang makin mendekat itu. Meskipun habib mengucapkan bahasa arab sangat fasih untuk mengusir macan tutul , namun macan itu tidak pergi juga.
Mendengar ribut-ribut disekitar tempat wudlu, Kiai Kholil datang menghampiri. Melihat ada macan yang tampaknya penyebab keributan itu, Kiai Kholil mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang fasih. Anehnya, sang macan yang mendengar kalimat yang dilontarkan Kiai Kholil yang nampaknya kurang fasih itu, macan tutul bergegas menjauh.
Dengan kejadian ini, habib paham bahwa sebetulnya Kiai Kholil bermaksud memberi pelajaran kepada dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan terletak antara fasih dan tidak fasih, melainkan sejauh mana penghayatan makna dalam ungkapan itu.

Tongkat Kiai Kholil dan Sumber Mata Air
Pada suatu hari. Kiai Kholil berjalan kearah selatan Bangkalan. Beberapa santri menyertainya. Setelah berjalan cukup jauh, tepatnya sampai di desa Langgundi, tiba-tiba Kiai Kholil menghentikan perjalanannya.
Setelah melihat tanah di hadapannya, dengan serta merta Kiai Kholil menancapkan tongkatnya ke tanah. Dari arah lubang bekas tancapan Kiai Kholil, memancar sumber air yang sangat jernih.
Semakin lama semakin besar, sumber air tersebut akhirnya menjadi kolam yang bisa dipakai untuk minum dan mandi. Lebih dari itu, sumber mata airnya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kolam yang bersejarah itu, sampai sekarang masih ada.

Howang-Howing Jadi Kaya
Suatu hari, seorang Tionghoa bernama Koh Bun Fat sowan ke Kiai Kholil. Dia bermaksud untuk meminta pertolongan kepada Kiai Kholil agar bisa terkabul hajatnya.
“Kiai, saya minta didoakan agar cepat kaya. Saya sudah bosan hidup miskin”, kata Koh Bun Fat dengan penuh harap.
Melihat permintaan Koh Bun Fat itu, kiai lantas memberi isyarat menyuruh mendekat. Setelah Koh Bun Fat dihadapan Kiai Kholil, tiba-tiba Kiai Kholil menarik tangan Koh Bun Fat dan memegangnya erat-erat seraya berucap :
“Saafu lisanatan. Howang-howang, hoing-hoing, Pak Wang, Howang Noang tur cetur, salang kacetur, sugih….. sugih….. sugih…..”, suara Kiai Kholil dalam bahasa yang tidak dimengerti.
Setelah mendapat doa dari Kiai Kholil itu, Koh Bun Fat benar-benar berubah kehidupannya, dari orang miskin menjadi kaya.

Obat Aneh
Di daerah Bangkalan banyak terdapat binatang- binatang menyengat yang suka berkeliaran, termasuk kalajengking yang sangat ganas.
Binatang ini akan bertambah banyak bilamana musim hujan tiba, apalagi di malam hari. Pada suatu malam, salah seorang warga Bangkalan disengat kalajengking. Bisa kalajengking membuat bengkak bagian- bagian tubuhnya. Beberapa pengobatan telah dilakukan namun hasilnya sia-sia. Ia hampir putus asa, sampai pada akhirnya, ada seseorang yang menyarankan agar pergi menemui Kiai Kholil.
Akhirnya diputuskan untuk menemui Kiai Kholil. “Kiai Kholil, saya disengat kala jengking. Tolong obati saya”, ujarnya sambil memelas.
“Kesini!” kata Kiai Kholil.
Lalu dilihatnya bekas sengatan yang telah membengkak itu kemudian dipegangnya seraya berucap dengan dalam bahasa Madura : “Palak-Pokeh,…. palak-pokeh,….beres, beres”, ucap Kiai Kholil sambil menepuk-nepuk bekas sengatan kalajengking. Maka seketika itu, orang itu sembuh, dan melihat hasil pengobatan dengan kesan lucu itu, orang yang menyaksikan di sekitarnya tidak dapat menahan tawanya. Mereka tertawa terpingkal-pingkal sambil meninggalkan ruangan itu (sumber informasi : KH. Amin Imron, cucu Kiai Kholil Bangkalan).
Rumah Miring
Pada suatu hari, Kiai Kholil mendapat undangan di pelosok Bangkalan . Hari jadi yang ditentukan pun tiba. Para undangan yang berasal dari berbagai daerah berdatangan. Semua tamu ditempatkan di ruang tamu yang cukup besar.
Walaupun para tamu sudah datang semua, acara nampaknya belum ada tanda-tanda dimulai. Menit demi menit berlalu beberapa orang tampaknya gelisah. Kenapa acara kok belum dimulai. Padahal, menurut jadwal mestinya sudah dimulai. Tuan rumah tampak mondar-mandir, gelisah. Sesekali melihat ke jalan sesekali menunduk. Tampaknya menunggu kehadiran seseorang.
Menunggu acara belum dimulai si fulan tidak sabar lagi. Fulan yang dikenal sebagai jagoan di daerah itu, berdiri lalu
berkata :
“Siapa sih yang ditunggu-tunggu kok belum dimulai? Kata si jagoan sambil membentak.
Bersamaan dengan itu datang sebuah dokar, siapa lagi kalau bukan Kiai Kholil yang ditunggu-tunggu.
“Assalamu’alaikum”, ucap Kiai Kholil sambil menginjakkan kakinya ke lantai tangga paling bawah rumah besar itu.
Bersamaan dengan injakan kaki Kiai Kholil, gemparlah semua undangan yang hadir. Serta-merta rumah menjadi miring.
Para undangan tercekam tidak berani menatap Kiai Kholil. Si fulan yang terkenal jagoan itu ketakutan, nyalinya menjadi kecil melihat kejadian yang selama hidup baru dialami saat itu.
Setelah beberapa saat kejadian itu berlangsung kiai mengangkat kakinya. Seketika itu, rumah yang miring menjadi tegak seperti sedia kala. Maka berhamburanlah para undangan yang menyambut dan menyalami Kiai Kholil.
Akhirnya fulan yang jagoan itu menjadi sadar, bahwa dirinya kalah. Dirinya terlalu sombong sampai begitu meremehkan seorang ulama seperti Kiai Kholil. Fulan lalu menyongsong Kiai Kholil dan meminta maaf.
Kiai Kholil memaafkan, bahkan mendoakan. Do’a Kiai Kholil terkabul, Fulan yang dulu seorang jagoan yang ditakuti di daerah itu, akhirnya menjadi seorang yang alim. Bahkan, kini si fulan menjadi panutan masyarakat daerah itu.

Sumber : http://www.muslimoderat.com/

Hidup Manusia

Hidup manusia itu warna warni.
Kadang tertawa dan tidak mungkin tertawa terus.
Kadang menangis dan tidak mungkin menangis terus.
Kesenangan membuatnya terseyum
Kesusahan membuatnya sedih
Dinamika hidup ini hanya berada di lingkaran itu
Dari dulu hingga kiamat nanti
Kesusahan itu justeru banyak "memenangkan"
Kesenangan itu justeru banyak "menggagalkan"
Bisa juga terjadi sebaliknya
Dalam dinamika hidup
Ada banyak pelajaran hidup
Terkadang harus dicari
di banyak orang dan di banyak tempat
Mereka yang hidup di jalanan
Beralaskan kardus dan beratapkan langit.
Bagaimana orang-orang itu mampu survive,
Mereka Ikhlas, kerja keras, dan semangat
Serta bersyukur dengan hidup mereka.
Lalu, buat apa susah karena susah itu tak ada gunanya
Yang penting lulus ujian kehidupan
Pasti akan datang suatu masa
Satu per satu datang menghadapNYA
Dihadapan yang Maha Pemberi Kehidupan.

Suwuk diperbolehkan dalam Syariat Islam

Setiap penyakit pasti ada obatnya, begitulah sabda Nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadits. Untuk mendapatkan obat dari suatu penyakit, berbagai Ikhtiar dilakukan oleh manusia. Ada yang ke dokter, ada yang ke dukun dan ada pula ke Kiai. Masyarakat desa kalau salah satu keluarganya terkena penyakit biasanya mereka berobat kepada Kiai setempat untuk minta air sebagai obat penyembuh sakit. Dan sang kiai biasanya memberikan air putih dengan dibacakan doa tertentu.
 
Suwuk adalah amalan meniup air minum dengan bacaan surat Alfatihah atau ditambahan dengan doa tertentu. Istilah suwuk ini sudah menjadi bahasa resmi secara turun menurun di kalangan pesantren khususnya di Pulau Jawa.

Adapun tujuan suwuk itu adalah mencari keberkahan dari bacaan surat Alfatihah tersebut, antara lain untuk pengobatan alternatif, atau untuk hajat-hajat yang bersifat mubah (boleh menurut syariat), semisal ingin menjadikan anak kandungnya sebagai anak yang shalih dengan memintakan air minum suwuk ini kepada orang shalih atau ulama.


Di lingkungan pesantren, yang sering melakukan suwuk itu adalah para Kyai pemangku atau pengasuh pesanten, dengan niatan demi keberkahan para jama’ah yang ikut mengaji di pesantren tersebut, atau para tetamu yang membutuhkan bantuan sang Kyai.

Adapun amalan suwuk ini, aslinya bermula dari ijtihad shahabat, yang sebelumnya tidak pernah diajarkan terlebih dahulu baik oleh Alquran maupun Hadits, lantas hasil ijtihadnya itu dibenarkan oleh Rasulullah SAW. (Jadi termasuk amalan Bid’ah Hasanah).
Abu Sa’id Al-Khudri RA menceritakan, beberapa orang shahabat Nabi SAW pergi dan bermalam di suatu kampung. Disana mereka minta dijamu sebagai tamu, tetapi tidak seorang pun dari penduduk kampung itu yang memenuhinya.

Secara kebetulan saat itu pembesar kampung tersebut disengat binatang kalajengking, dan telah banyak orang yang mengusahakan obat ke sana kemari, namun sengatan kalajengking itu tidak kunjung sembuh juga. Akhirnya beberapa orang kampung tersebut menemui para shahabat tadi dan meminta pertolongan.

“Saya akan mencoba mengobatinya,” jawab salah seorang shahabat. “Tetapi karena kalian tidak mau menjamu kami, maka kami mau mengobatinya jika kalian sudi memberi upah.”
Orang kampung itu menyanggupi akan memberinya upah. Kemudian shahabat tadi membacakan Surat Al-Fatihah, lalu meniupkannya di kepala si sakit.
Atas izin Allah SWT, penyakit pembesar kampung itupun menjadi sembuh. Lantas orang-orang kampung itu mengupahinya dengan sejumlah kambing.
Ketika pulang ke Madinah, para shahabat menceritakan peristiwa itu kepada Rasululah SAW.
“Beruntunglah kalian,” komentar Rasulullah SAW sambil tersenyum. “Bagi-Bagikanlah, dan berilah aku bagiannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Jadi, tidak semua amal kebaikan yang bernilai ibadah itu harus berdasarkan ayat Alquran atau Hadits secara tekstual, sebagaimana yang diasumsikan oleh kaum Salafi Wahhabi.
Namun selagi amalan itu mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan syariat secara dhahir, maka umat Islam itu boleh mengamalkannya, seperti melaksanakan praktek suwuk yang terkenal di kalangan pesantren-pesantren di Indonesia.

Islam Nusantara Menyatukan Negara dengan Agama

Islam NUsantara bukanlah Islam tandingan, bukan agama baru, bukan pula agama pinggiran atau “Islam lokal” yang dianut kalangan Muslim NUsantara .
Islam NUsantara bukan pula Islam historis. Ketika Islam NUsantara dikatakan Islam historis, maka itu kemudian dipertentangkan dengan “Islam normatif” yang asli dari al-Quran dan Hadits yang kemudian hanya dimiliki kelompok Islam puritan Wahabi! Dikotomi itu hanya membenarkan kelompok puritan yang punya slogan “kembali kepada al-Quran dan Hadits”, selian itu hanya historis yang berubah-ubah di setiap saat!
Berbicara tentang Islam NUsantara adalah berbicara tentang bagaimana Islam sebagai ajaran normatif diamalkan dan diistifadah dalam “bahasa-bahasa ibu” penduduk NUsantara. Jadi sebutan NUsantara bukan menunjukkan sebuah teritori, tapi sebagai paradigma pengetahuan, kerja-kerja kebudayaan dan juga kreatifitas intelektual.

Manhaji Islam NUsantara

Islam NUsantara adalah ma’rifatul ulama-i-l-Indonesiyyin bil-ahkami-sy-syar’iyyah al-amaliyyah al-muktasab min adillatiha-t-tafshiliyyah; atau, majmu’atu ma’arifil -l- ulama-i-l-Indonesiyyin bil-ahkami-sy-syar’iyyah al-amaliyyah al-muktasab min adillatiha-t-tafshiliyyah (al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas).
Islam NUsantara sebagai hasil ijma dan ijtihad para ulama NUsantara “dalam melakukan istinbath terhadap al-ahkami-sy-syar’iyyah al-amaliyyah al-muktasab min adillatiha-t-tafshiliyyah”. Islam NUsantara adalah idrakul hukmi min dalilihi ala sabili-r-rujhan. Islam NUsantara sebagai “mazhab berpikir” para ulama kita tentang bagaimana idrakul hukmi min dalilihi ala sabili-r-rujhan. (Jadi bicara Islam NUsantara justru tidak nyambung dengan bangunan fiqhul kitab wassunah atau fiqih sunnah yang dikampanyekan kalangan puritan wahabi).
Obyek Islam NUsantara sebagai ilmu tentang hal-hal ‘aridhah li dzatil Islam, yakni, al-ahwal al-mansubah ila l-Islam. Apa yang dimaksud yang aridhah? Yakni al-mahmul alasysyai al-kharij ‘an dzatih, atau, al-‘aradh dzati lisyiddati ta’lluqihi bi-dz-dzati, bi an yalhaqal sy syai ldzatihi, seperti penginderaan atau pencerapan inderawi oleh manusia, atau melalui sesuatu yang setara dengan dzat itu, seperti ketawanya manusia karena perantaraan takjub, atau melalui sesuatu yang lebih umum dari itu tapi tetap menjadi bagian integral darinya, yakni melalui posisinya sebagai makhluk.
Posisi Islam NUsantara seperti halnya posisi bermazhab, tidak bisa dilepaskan dari ajaran normatif Islam itu sendiri. Memang ia adalah aradh, terpisah, tapi tidak bisa dilepaskan dari yang normatif itu, karena lisyiddati ta’lluqihi bi dzati-l-Islam. Bahkan untuk memahami dan mengamalkan Islam itu sendiri.
Oleh karena itu ada salah satu kaidah yang relevan tentang Islam NUsantara ini: “Ma la yattimu-l-wajibu illa bihi fahuwa wajibun” (Islam NUsantara adalah bagian dari yang “bihi, fahuwa wajibun”).
Redaksi aplikatifnya adalah “al-Islam Nusantara huwa: ma la yatimmu-l-Islam illa bihi fahuwa wajibun”. Juga argemen lil wasail hukmul maqashid. Juga ada argumen al-Imam al-Ghazali dalam Kitab al-Mustashfa min Ilmi-l-Ushul (al-kulliyatul-khams).

Contoh-Contoh Ijtihad Islam NUsantara:

  1. Imsak,
  2. Halal bihalal,
  3. Ta’liq thalaq,
  4. Konsep barakah (ziyadah fil-khair – ke barakah Nusantara dalam Hikayat Banjar)
  5. Kaidah al-muhafazhah ala-l-qadimis-sh-shalih

Silsilah dan Sanad Islam NUsantara

Untuk menunjukkan bahwa Islam NUsantara itu bukan Islam pinggiran, bukan Islam yang tidak murni, bukan Islam lokal atau Islam tidak sempurna, salah satu instrumen untuk membuktikan itu adalah sanad dan silsilah kitab dan guru-guru. Contoh Silsilah Syeikh Yasin al-Fadani, ada ratusan ulama Indonesia yang mengambil ilmu dari Syeikh Yasin Isa al-Fadani di Mekah. Berikut sanad beliau hingga ke al-Imam asy-Syafi’i:
  1. Allah subhanahu wata’ala
  2. Malaikat Jibril
  3. Nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam
  4. Abdullah bin Mas’ud
  5. Alqamah
  6. Imam Ibrahim an-Nakha’i (wafat 95 H)
  7. Hammad bin Abi Sulaiman (wafat 120 H)
  8. Imam Abu Hanifah (wafat 150 H)
  9. Imam Malik (wafat 179 H)
  10. Al-Imam asy-Syafii (wafat 204 H)
  11. Ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi (wafat 270 H)
  12. Abu al-Abbas Muhammad bin Ya’qub al-Asham
  13. Abu Nuaim al-Asfahani
  14. Abu Ali bin Ahmad al-Haddad
  15. Al-Qadhi Abu al-Makarim Ahmad bin Muhammad al-Labban
  16. Al-Fakhr Abu al-Hasan Ali bin Ahmad ibn al-Bukhari
  17. Ash-Shalah Muhammad bin Abi Umar
  18. Imam al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani
  19. Al-Qadhi Zakariya bin Muhammad al-Anshari
  20. Syeikh Najmuddin Muhammad bin Ahmad al-Ghaithi
  21. Syeikh Salim bin Muhammad as-Sanhuri
  22. Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Ala al-Babili
  23. Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Salim al-Hifni
  24. Syeikh Abdullah bin Hijazi Syarqawi
  25. Syekih Usman bin Hasan ad-Dimyathi
  26. Syeikh Ahmad Zaini Dahlan
  27. Syeikh Bakri Syatha
  28. Syeikh Muhammad Ali al-Maliki (w 1367 H) + Syekh Umar Hamdan al-Mahrisi + Syekh Umar bin Husain ad-Daghistani (w 1365 H) +
  29. Syekh Hasan bin Sa’id Yamani (wafat 1391 H)
  30. Syekh Yasin Isa al-Fadani
  31. Ulama-ulama Islam NUsantara

Islam NUsantara adalah “Ngluri Leluhur” (Melestarikan Tradisi Leluhur)

Islam NUsantara memberi karakter bermazhab dalam teks-teks para ulama NUsantara untuk menyambungkan kita dengan tradisi leluhur kita, untuk kita hormati, dan untuk meneladani contoh-contoh terbaik yang mereka hasilkan. Itu kalau Anda ingin menghargai jasa para leluhur bangsa ini, yang berjuang dan berbakti demi bangsa ini, tapi kalau tidak bermazhab, tidak punya silsilah atau kedekatan dengan sanad, berarti Anda tidak punya kepekaan dan tidak juga basis kerakyatan. Jadi ngluri leluhur adalah penghargaan terhadap leluhur, para ulama, para pejuang yang berjuang untuk bangsa ini serta para pendahulu yang berjasa.
Islam NUsantara membantu anak-anak bangsa memelihara segenap memori kolektif bangsa ini dari masa lalu tentang kejayaannya, tentang segenap pengalamannya berhadapan dengan bangsa-bangsa asing, hingga membantu mereka mengingat kembali perjuangan orang-orang yang berkorban untuk bangsa dan tanah air ini. Mekanisme untuk itu dilakukan dengan memelihara sejumlah tradisi, ritual, upacara, rasionalitas (ma’quliyah), pengalaman, dan segenap praktik-praktik keagamaan, kesenian dan berkebudayaan yang menghubungkan satu generasi ke generasi berikutnya, dari satu komunitas ke komunitas lainnya, sehingga solidaritas berbangsa, persatuan dan kebersamaan di antara komponen bangsa ini jadi terjaga.

Mengapa Perlu Ada Islam NUsantara, Tidak Cukupkah Islam Saja?

Karena mengarah pada kesinambungan memori bangsa dan pemeliharaan sumber-sumber kekuatan bangsa ini, maka Islam NUsantara menjadi alat dan mekanisme efektif dan satu-satunya untuk mengembangkan segenap kekuatan dan potensi sumber daya bangsa ini di masa depan, yang nanti akan dituangkan dalam berbagai displin pengetahuan dan lembaga-lembaga ekonomi, sosial, kebudayaan dan politik.
Islam NUsantara adalah sarana untuk membentuk kemampuan bekerja penduduk negeri ini, dan juga sebagai sarana yang utama untuk memahami pengalaman bangsa-bangsa di dunia ini, untuk menguji berbagai kecenderungan (paham, aliran, ideologi, politik) di dunia ini, serta untuk memahami dan membentuk karakter khusus bangsa kita dengan sebuah pandangan untuk membangkitkan segenap kekuatan mereka ke depan dengan sebuah pandangan yang optimis dan kritis

Substansi Islam NUsantara:

  1. Babad Tanah Jawi: Konstruksi Kiai Abdullah bin Abdulkahar al-Bantani abad 17 tentang silsilah dan sanad dalam historiografi Nusantara,
  2. Serat Surya Raja: Konstruksi Putra Mahkota Kraton Yogyakarta [kemudian menjadi Hamengkubuwono II] abad 18 tentang ideologi “Kimudin Arap Jawi” (menegakkan Islam NUsantara ). “Teks Serat Surya Raja [karya Hamengkubuwono II] meramalkan satu solusi akhir dari pemisahan kekuasaan [antara Yogyakarta dan Surakarta] dan masalah kolonialisme Belanda [di NUsantara], yaitu persatuan dan kemenangan penduduk Jawi [NUsantara], yang dimungkinkan oleh keunggulan peradaban Islam Aswaja”

Substansi Historiografi NUsantara: Persatuan dan Titik Temu NUsantara

  1. Serat Jaka Rusul dari abad 19: “Dhewe-dhewe tekatira nanding nora sulaya, kumpul bae maksudira” (meski mereka berbeda-beda, tapi tidak berselisih dan tetap bertemu juga maksudnya).
  2. Jaringan teks-teks Islam NUsantara dari abad 17 dan 18 dalam bahasa Melayu merupakan “petunjuk tentang proses pembentukan ideologi baru di bidang agama dan politik.” (dirumuskan kemudian menjadi “al-Jumhuriyah al-Indonesiyah”)
  3. Serat Wicarakeras karya Kiai Yosodipuro II: “padha Jawa datan arsa” (sadar tidak berperang dan berlawanan dengan sesama anak-anak NUsantara); “[tan] sêsetanan anjaili padha bôngsa” (jangan seperti orang yang setannya mengkhianati sesama anak bangsa sendiri).

Strategi- Strategi Islam NUsantara: “Para Wali Pasemone” (Para Walisongo Berbahasa Takwil)

Artinya:
  1. “Sampun putus patitis” (ahli takwil, jago tafsir dan ahli membuat bahasa kiasan),
  2. “Tan kuciwa ing semu”, tidak pernah luput menangkap makna yang halus dan tersembunyi,
  3. “Limpat ing reh pasang semu”, ahli dan mumpuni dalam seni menghasilkan tanda-tanda dalam berkomunikasi tentang makna dan kebenaran yang tersembunyi.

Cara Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Generasi Muda

Seringkali kita temukan para pemuda yang tidak memahami atau salah memahami makna nasionalisme. Padahal pemahaman yang benar tentang makna nasionalisme akan menjadi pemicu semangat untuk berbuat. Ia akan menjadi motivasi bagi para pemuda untuk turut serta membangun negeri. Untuk itu, semangat nasionalisme tersebut harus ditumbuhkan pada generasi muda dengan berbagai cara, diantaranya yaitu:
a. Pendidikan formal
Semangat nasionalisme religius bisa ditumbuhkan melalui pendidikan formal dimulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Caranya bisa dengan memasukkan semangat nasionalisme religius ini ke dalam kurikulum pelajaran tertentu seperti PKn, sejarah dan sebagainya. Metode pengajarannya disesuaikan dengan usia peserta didik.
Meskipun diajarkan di sekolah, metode pengajarannya bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya story telling kisah para pahlawan, menonton film perjuangan seperti Tjokroaminoto, pentas drama, baca puisi, dan sebagainya. Cara mengajarkan anak semangat nasionalisme religius tidak perlu dengan cara yang dogmatis. Seorang anak akan lebih mudah menerima pesan dengan cara penyampaian yang menyenangkan.
Jika semangat nasionalisme religius ini secara konsisten ditanamkan sejak anak-anak hingga menjadi mahasiswa maka ia akan tertanam dalam sanubari. Dengan begitu generasi muda kita tidak akan mudah terpedaya oleh rayuan ideologi yang justru akan merusak bangsa. Untuk itu, pemerintah harus membuat kurikulum pendidikan yang memuat semangat nasionalisme religius secara berkesinambungan.
b. Pendidikan non formal
Selain melalui pendidikan formal, menumbuhkan semangat nasionalisme religius juga bisa dilakukan melalui pendidikan non formal. Misalnya semangat nasionalisme religius bisa ditumbuhkan melalui pengajian di pesantren. Begitu juga dengan pengajian remaja masjid, rohis SMA atau kampus, taman pendidikan Al Quran dan sebagainya.
Jika mungkin ada sesi pengajian khusus bertema cinta tanah air dan semacamnya. Mungkin juga semangat kebangsaan ini selalu diselipkan disela-sela pengajian dengan tema yang berkaitan. Metode pengajarannya tidak mesti kaku dan terkadang membosankan. Apabila memungkinkan bisa juga menerapkan metode pengajaran seperti pendidikan formal di atas. Misalnya dengan story telling, nonton film, pentas drama, baca puisi dan lain sebagainya.
Penerapan cara ini akan menjangkau para pemuda yang tidak menempuh pendidikan formal. Sebagian pemuda yang hanya belajar di pesantren pun bisa mengetahui, memahami dan menjiwai semangat nasionalisme religius. Dengan demikian diharapkan semangat kebangsaan ini bisa merasuk ke semua elemen generasi muda.
c. Sosial media
Saat ini penggunaan sosial media di kalangan pemuda Indonesia sudah menjadi hal biasa. Bahkan berdasarkan laporan tahunan dari We Are Social, sebuah agensi marketing sosial, Indonesia memiliki 72,7 juta pengguna aktif internet, 72 juta pengguna aktif sosial media, dimana 62 juta penggunanya mengakses sosial media menggunakan perangkat mobile. Waktu yang digunakan untuk mengakses sosial media rata-rata selama 2 jam 52 menit dalam sehari.
Data lain dari hasil studi berjudul “Digital Citizenship Safety among Children and Adolescents in Indonesia” (Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia) yang diadakan oleh UNICEF bermitra dengan Kementerian Kominfo serta Berkman Center for Internet and Society, Harvard University menyatakan bahwa setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet, dan media digital saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang mereka gunakan. Berdasarkan data di atas, bisa disimpulkan bahwa para pemuda kita mayoritas sudah menggunakan internet dan mereka menjadikan sosial media sebagai salah satu sarana untuk melakukan komunikasi.
Untuk itu, salah satu cara menumbuhkan semangat nasionalisme religius bisa dilakukan dengan menggunakan sosial media. Pemerintah, LSM, partai politik dan pihak yang berkepentingan lainnya bisa melakukan kampanye untuk meningkatkan semangat kebangsaan melalui sosial media. Kampanye tersebut bisa berupa pemuatan tulisan berisi berita atau cerita, gambar, video dan sebagainya. Tentu saja penyajiannya harus menarik agar para pemuda mau membaca atau melihatnya.

Sabtu, 26 Maret 2016

Biogfari Singkat KH Muhammad Hasyim Asy'ari (Pendiri Nahdlatul Ulama')

    KH Hasyim Asyari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim
Silsilah Nasab
Merunut kepada silsilah beliau, melalui Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) KH. Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah dengan urutan lanjutan sebagai berikut:
  • Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin)
  • Abdurrohman / Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
  • Abdul Halim (Pangeran Benawa)
  • Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
  • Abdul Halim
  • Abdul Wahid
  • Abu Sarwan
  • KH. Asy’ari (Jombang)
  • KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)
Menurut catatan nasab Sa’adah BaAlawi Hadramaut, silsilah dari Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) merupakan keturunan Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut:
  • Husain bin Ali
  • Ali Zainal Abidin
  • Muhammad al-Baqir
  • Ja’far ash-Shadiq
  • Ali al-Uraidhi
  • Muhammad an-Naqib
  • Isa ar-Rumi
  • Ahmad al-Muhajir
  • Ubaidullah
  • Alwi Awwal
  • Muhammad Sahibus Saumiah
  • Alwi ats-Tsani
  • Ali Khali’ Qasam
  • Muhammad Shahib Mirbath
  • Alwi Ammi al-Faqih
  • Abdul Malik (Ahmad Khan)
  • Abdullah (al-Azhamat) Khan
  • Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
  • Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar)
  • Maulana Ishaq
  • dan ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri)
Pendidikan

Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.
Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.
Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.
Silsilah Keilmuan
  • KH Muhammad Saleh Darat, Semarang
  • KH Cholil Bangkalan
  • Kyai Ya’qub, Sidoarjo
  • Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
  • Syaikh Mahfudz At-Tarmasi
  • Syaikh Ahmad Amin Al Aththar
  • Syaikh Ibrahim Arab
  • Syaikh Said Yamani
  • Syaikh Rahmaullah
  • Syaikh Sholeh Bafadlal
  • Sayyid Abbas Al Maliki
  • Sayyid Alwi bin Ahmad As Segaf
  • Sayyid Husain Al Habsyi
  • Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani
  • Sayyid Abdullah al-Zawawi
  • Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas
  • Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi
  • Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al Haddad
Murid
Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim dan setelah lulus dari pesantren Tebuireng, Jombang, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas, antara lain:
  • KH Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras, Jombang
  • KH Bisri Syansuri, Pesantren Denanyar, Jombang
  • KH R As’ad Syamsul Arifin
  • KH Wahid Hasyim (anaknya)
  • KH Achmad Shiddiq
  • Syekh Sa’dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India)
  • Syekh Umar Hamdan (ahli hadis di Makkah)
  • Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria)
  • KH R Asnawi (Kudus)
  • KH Dahlan (Kudus)
  • KH Shaleh (Tayu)
Keturunan
Berikut disampaikan silsilah keturunan beliau sampai dengan tingkat cucu.
  • Nyai Khodijah, istri pertama yang merupakan putri dari Kyai Ya’qub, Sidoarjo. Meninggal dunia sewaktu Kyai Hasyim Asy’ari menuntut ilmu di Mekkah
  • Nyai Nafiqoh, istri kedua, setelah istri pertama wafat, yaitu putri dari Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Putra-putri dari Nyai Nafiqoh: (1) Hannah (2) Khoriyah (3) Aisyah (4) Azzah (5) Abdul Wahid atau sering juga dipanggil sebagai Wahid Hasyim (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik) (7) Abdul Karim (8) Ubaidillah (9) Mashuroh (10) Muhammad Yusuf.
  • Nyai Masruroh, istri ketiga, setelah istri kedua wafat, yaitu putrid dari Kyai Hasan, pengasuh pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kiyai Hasyim dikaruniai 4 orang putra putri, yaitu: (1) Abdul Qodir (2) Fatimah (3) Khotijah (4) Muhammad Ya’qub.

باب التوبة

Riyadhu Sholihin


Taubat

قال العلماء: التوبة واجبة من كل ذنب، فإن كانت المعصية بين العبد وبين الله تعالى لا تتعلق بحق آدمى، فلها ثلاثة شروط:
أحدها : أن يقلع عن المعصية.
والثانى: أن يندم على فعلها.
والثالث: أن يعزم أن لا يعود إليها أبداً. فإن فُقد أحد الثلاثة لم تصح توبته.وإن كانت المعصية تتعلق بآدمى فشروطها أربعة: هذه الثلاثة، وأن يبرأ من حق صاحبها، فإن كانت مالاً أو نحوه رده إليه، وإن كانت حد قذف ونحوه مكنه منه أو طلب عفوه، وإن كانت غيبة استحله منها. ويجب أن يتوب من جميع الذنوب ، فإن تاب من بعضها صحت توبته عند أهل الحق من ذلك الذنب، وبقى عليه الباقى. وقد تظاهرت دلائل الكتاب، والسنة، وإجماع الأمة على وجوب التوبة:
قال الله تعالى: وتوبوا إلى الله جميعاً أيها المؤمنون لعلكم تفلحون} ((النور: 31)) وقال تعالى: استغفروا ربكم ثم توبوا إليه} ((هود: 3)) وقال تعالى: يا أيها الذين آمنوا توبوا إلى الله توبة نصوحاً} ((التحريم: 8)).
Para alim-ulama berkata:
"Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seseorang manusia yang lain, maka untuk bertaubat itu harus menetapi tiga macam syarat, iaitu: Pertama hendaklah menghentikan sama sekali-seketika itu juga -dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah supaya merasa menyesal kerana telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya.
Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, iaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepas-kan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya.
Seseorang itu wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu bertaubat dari sebahagian dosanya, maka taubatnya itupun sah dari dosa yang dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlul haq, namun saja dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal - yakni belum lagi ditaubati.
Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh ummat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperolehi kebahagiaan." (an-Nur: 31)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Mohon ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud: 3)
Dan lagi firmanNya:
"Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha - yakni yang sebenar-benarnya." (at-Tahrim: 8)